PEREMPUAN dan PATRIARKI
Keberadaan ideologi patriarki tidak bisa dilepaskan dari
sejarah peradaban manusia itu sendiri. Apakah tidak bisa hilang nantinya? Ada 2
hal yang dapat menjawab kenapa patriarki masih melekat di lingkungan
masyarakat.
Yang pertama, didikan orang tua. Kenapa? Banyak orang tua
yang mengarahkan anak laki-lakinya ke kegiatan diluar rumah, kegiatan yang
lebih macho misalnya sepakbola dll, dan anak perempuan hanya bermain boneka
saja dirumah. Hal ini akan mempengarui pola pikir anak laki-laki tersebut dan
menganggap bahwa ia lebih kuat secara fisik dan psikis daripada anak perempuan
tersebut.
Kedua, penilaian sosial. Dimana dari kecil kaum laki-laki
sudah di didik dengan ucapan “laki-laki gak boleh nangis, kayak perempuan aja lemah!”,
ketika sudah dewasa ada juga lingkungan yang akan berucap seperti “suami kok
gajinya lebih rendah dari istri, malu dong!”. Penilaian sepihak tersebut
beranggapan bahwa perempuan tidak boleh lebih unggul ataupun setara dengan
laki-laki.
Pada ideologi patriarki ini, lelaki dilarang untuk
mempublikasikan emosionalnya secara berlebihan, menangis misalnya karena akan
dianggap lemah, namun pada dasarnya tidak ada tolak ukur untuk lemah itu
sendiri. Sering kali laki-laki diberikan tugas fisik, finansial secara lebih
banyak daripada perempuan dan ini membuat mindset laki-laki berhak untuk
mengatur ini itu, padahal bukannya lebih bagus dan mudah jika kita bisa berbagi
tugas untuk mengurangi beban laki-laki dan perempuan.
Dari beberapa perempuan pun masih berpandangan bahwa melawan
patriarki berarti melawan laki-laki dan itu dosa. Mohon maaf, patriarki sendiri
disini tidak bergender, melawan patriarki bisa datang dari laki-laki maupun
perempuan. Melawan patriarki sendiri berarti melawan ketimpangan atas pandangan-pandangan
sosial yang membuat laki-laki dan perempuan tidak setara.
Patriarki sendiri tidak hanya datang dari kaum laki-laki
bahkan bisa dari perempuan itu sendiri. Misalnya jika seorang laki-laki
mengatakan “angkat galon airnya sendiri ya” atau “udah malem sih, pulang
sendiri aja ya” disitu banyak wanita akan mengatakan “aku kan perempuan”. Jadi
bisa ditarik kesimpulan bahwa patriarki tak hanya datang dari kaum laki-laki
bahkan kaum perempuan itu sendiri masih merasa kalau dirinya lebih dibawah daripada
laki-laki.
Perlu dipahami oleh perempuan, bahwa menjadi perempuan bukan
berarti menjadi lebih rendah dari laki-laki. Ungkapan seperti diatas “aku kan
perempuan” secara tidak langsung menurunkan dan menodai feminisme itu sendiri.
Jika tidak mampu coba katakan dengan ala san ketidak mampuan itu sendiri jangan
mengatas namakan ketidak mampuan perempuan.
Semakin kesini gerakan-gerakan feminis sudah banyak sekali
tumbuh bagai jamur di Indonesia. Kesadaran akan kesetaraan yang seharusnya
didapat oleh perempuan selayaknya laki-laki semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Pada dasarnya, feminis bukan berarti mendominasi perempuan
dari laki-laki. Perlu dipahami disini bahwa feminis bukan berarti menggagahi
laki-laki atau menaruh derajat laki-laki dibawah perempuan atau bahkan
menggantikan posisi laki-laki dengan perempuan, melainkan kesetaraan gender.
Dalam hal kesetaraan gender dibutuhkan banyak usaha dari
banyak pihak bukan hanya pihak perempuan saja. Kontribusi laki-laki dan
perempuan sangat diperlukan dalam membangun ekosistem masyarakat yang setara
dan adil. Semua manusia, apapun gendernya harus saling bahu-membahu untuk
memastikan semua orang mendapat hak hidup bahagia dan layak.
Komentar
Posting Komentar